Gajah Terlupakan: Eksplorasi Sejarah Stegodon di Jawa Barat dan Rekonstruksi Ekosistemnya
Penemuannya di Jawa Barat
Formasi Citalang di area Sumedang-Majalengka, Jawa Barat, Indonesia, adalah formasi geologi yang terdiri dari berbagai unit litologi, termasuk batuan pasir berbutir kasar hingga konglomerat. Formasi ini diyakini berasal dari akhir Pliosen hingga awal Pleistosen berdasarkan biostratigrafi mamalia di Jawa. Fragmen fosil vertebrata sering ditemukan pada bagian paling bawah formasi ini, terutama dalam unit pasir berbutir kasar hingga konglomerat. Rahang Stegodon yang ditemukan di area Sungai Cipanaruban dekat Pasir Cabe, sekitar 6 km timur Kota Subang, diyakini sebagian besar berasal dari unit pasir Formasi Citalang.
Stegodon adalah genus punah dari keluarga Elephantidae, yang mencakup gajah-gajah modern dan kerabat punah mereka. Spesies Stegodon ditandai dengan tengkorak panjang dan rendah, dengan dahi lurus atau sedikit cembung dan rahang panjang serta rendah. Mereka memiliki empat gading, dengan gading atas lebih panjang dan lebih melengkung daripada yang bawah. Spesies Stegodon bersifat herbivora dan memiliki pola makan yang terdiri dari daun, rumput, dan vegetasi lainnya. Mereka menyebar luas di seluruh Asia, Afrika, dan Eropa selama epoch Pleistosen.
Rekonstruksi Ekosistem Kuno
Fosil Stegodon yang ditemukan di Jawa Barat, Indonesia, memberikan wawasan berharga tentang ekosistem kuno di wilayah tersebut. Fauna yang ditemukan di area tersebut, termasuk Stegodon, memberikan tanda langka pada tabel waktu dan dokumen berharga dalam merekonstruksi ekosistem kuno dan sejarah perkembangan karst di wilayah tersebut.
Beberapa hal yang dapat dipelajari dari fosil Stegodon di Jawa Barat:
- Ukuran dan perilaku Stegodon: Stegodon merupakan salah satu probosidean terbesar, dengan beberapa spesies mencapai lebih dari 12 kaki tingginya dan beratnya lebih dari 12 ton. Seperti gajah modern, Stegodon kemungkinan baik berenang, karena fosil-fosil mereka sering ditemukan di pulau-pulau Asia yang tidak terhubung oleh jembatan darat dengan benua Asia bahkan selama periode pasang laut rendah.
- Ekosistem kuno: Fosil Stegodon memberikan wawasan tentang ekosistem kuno dan tekanan evolusinya. Ilmuwan tertarik untuk memahami apakah hominin kuno berburu Stegodon. Selama Pleistosen Tengah, Stegodon masih seukuran gajah modern dan mungkin merupakan sumber nutrisi yang penting. Selain Stegodon, fosil-fosil buaya, tikus raksasa, burung, dan naga Komodo juga ditemukan di lapisan tulang yang sama di Pulau Flores, Indonesia.
- Biostratigrafi vertebrata: Rahang bawah Stegodon yang ditemukan di Cipanaruban, Subang, Jawa Barat pada tahun 2019 memberikan wawasan tentang biostratigrafi vertebrata Jawa. Informasi ini membantu ilmuwan memahami usia dan evolusi ekosistem.
- Keragaman spesies Stegodon: Fosil Stegodon ditemukan di berbagai lokasi di Indonesia, termasuk Flores, Sulawesi, Sumba, Timor, dan Jawa. Spesies Stegodon yang berbeda ditemukan di lokasi yang berbeda memberikan wawasan tentang keragaman genus ini dan bagaimana evolusinya dari waktu ke waktu.
Selain itu, penelitian terbaru telah membahas fleksibilitas ekologis dan kelangsungan hidup diferensial dari Stegodon orientalis dan Elephas maximus pada Pleistosen di Asia Tenggara daratan, memberikan wawasan tentang interaksi dan adaptasi kuno dari spesies-spesies tersebut.
Secara keseluruhan, fosil Stegodon yang ditemukan di Jawa Barat, Indonesia, adalah penemuan signifikan yang memberikan wawasan berharga tentang ekosistem kuno di wilayah tersebut. Formasi Citalang di area Sumedang-Majalengka, Jawa Barat, Indonesia, adalah formasi geologi yang terdiri dari berbagai unit litologi, termasuk batuan pasir berbutir kasar hingga konglomerat. Rahang Stegodon yang ditemukan di area Sungai Cipanaruban dekat Pasir Cabe, sekitar 6 km timur Kota Subang, diyakini sebagian besar berasal dari unit pasir Formasi Citalang. Spesies Stegodon ditandai dengan tengkorak panjang dan rendah, empat gading, dan pola makan herbivora. Fauna yang ditemukan di area tersebut, termasuk Stegodon, memberikan tanda langka pada tabel waktu dan dokumen berharga dalam merekonstruksi ekosistem kuno.
Referensi
van den Bergh, G.D.; de Vos, J.; Aziz, F.; Morwood, M.J. Elephantoidea in the Indonesian region: New Stegodon findings fromFlores. In La Terra Degli Elefanti (The World of Elephants), Atti del 1oCongresso Internazionale, Proceedings of the 1st InternationalCongress, Roma, Italy, 16–20 October 2001; Cavarretta, G., Gioia, P., Mussi, M., Palombo, M.R., Eds.; Consiglio Nazionale delleRicerche: Rome, Italy, 2001; pp. 623–627
Ma, J., Wang, Y., Jin, C., Hu, Y., & Bocherens, H. (2019). Ecological flexibility and differential survival of Pleistocene Stegodon orientalis and Elephas maximus in mainland southeast Asia revealed by stable isotope (C, O) analysis. Quaternary Science Reviews.
Jensen, B.J., Dufrane, A., Mark, D., Zaim, Y., Rizal, Y., Aswan, A., Hascaryo, A.T., Ciochon, R.L., Gunnell, G.F., Larick, R.R., & Zonnveld, J.P. (2017). Newly Described Tephra Provide Middle Pleistocene Age Constraints to Stegodon Fossils in West (Indonesian) Timor.
di, G. N. (2017, June 14). 700,000-year-old elephant fossil found in Central Java. Retrieved from The Jakarta Post: https://www.thejakartapost.com/news/2017/06/14/700000-year-old-elephant-fossil-found-in-central-java.html
Bergh, G. V., Awe, R. D., Morwood, M., Sutikna, T., Jatmiko, & Saptomo, E. W. (2008). The youngest stegodon remains in Southeast Asia from the Late Pleistocene archaeological site Liang Bua, Flores, Indonesia. Quaternary International, 182(1), 16–48.